LAPORAN
PRAKTIKUM
EKOLOGI
DASAR
POPULASI
DEKOMPOSER
Nama Asisten : Adi Pardila
Nama : Renny Ambar P
NIM : 1110095000021
Kelompok : 1 (satu)
Semester : 3/A
Tanggal
Praktikum : 12 Oktober 2011

PROGRAM STUDI
BIOLOGI
FAKULTAS SAINS
DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Populasi dekomposer merupakan
banyaknya sebaran jumlah spesies suatu mikroorganisme pengurai yang mampu
menguraikan sisa bahan organik di alam yang diantaranya serasah. Populasi yang
tersebar dilingkungan berupa materi makroskopis yang dapat terlihat dengan
jelas adalah cacing.
Tanah sangat vital peranannya bagi
semua kehidupan dibumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan
menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Tanah juga menjadi
habitat hidup berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat tanah
menjadi lahan untuk hidup dan bergerak. Dari segi klimatologi tanah memegang
peranan penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri
juga dapat tererosi. Komposisi tanah berbeda-beda pada suatu lokasi yang lain.
Air dan udara merupakan bagian dari tanah.
Kehidupan hewan sangat bergantung
pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan
tanah di suatu daerah sangat ditentukan keadaan daerah tersebut. Dengan kata
lain keberadaan suatu daerah sangat bergantung dari faktor lingkungannya, yaitu
lingkungan biotik dan lingkungan abiotik (Sarwono, 2007).
Cacing tanah dalam berbagai hal
mempunyai arti penting, misalnya bagi lahan pertanian. Lahan yang mengandung
banyak cacing tanah akan menjadi subur, sebab kotoran cacing tanah yang
bercampur dengan tanah telah siap untuk diserap oleh akar tumbuh-tumbuhan.
Cacing tanah juga dapat meningkatkan daya serap air permukaan. Lubang-lubang
yang dibuat cacing tanah meningkatkan konsentrasi udara dalam tanah. Disamping
itu pada saat musim hujan lubang tersebut akan melipatgandakan kemampuan tanah
menyerap air. Secara singkat dapat dikatakan cacing tanah berperan memperbaiki
dan mempertahankan struktur tanah agar tetap gembur.
Kelimpahan cacing tanah pada suatu
lahan di pengaruhi oleh ketersediaan bahan organik, keasaman tanah, kelembaban
tanah, suhu, atau temperatur. Cacing tanah akan berkembang dengan baik apabila
faktor lingkungan tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Keseimbangan lingkungan
akan rusak dan berantakan bila cacing tanah sampai mengalami kepunahan, apalagi
bila itu akibat ulah manusia. Maka dari itu cacing di gunakan untuk
bioindikator tanah. Adanya vegetasi diperkirakan mempengaruhi kondisi fisik
tanah, dan pada akhirnya mempengaruhi keberadaan dari cacing tahan tersebut.
Hardjowigeno (2007) menjelaskan
bahwa suatu perubahan bahan organik kasar menjadi humus hanya terjadi karena
adanya organisme hidup di dalam atau diatas tanah dan saling berhubungan satu
sama lain dengan lingkungan dalam pem bentukan humus tumbuhan yang merupakan
produsen utama. Sisa-sisa tanaman itu menjadi sumber makanan bagi organisme
yang menjadi konsumen utama, begitu seterusnya menjadi humus.
1.2. Tujuan
Penelitian
·
Mengamati
jenis-jenis cacing tanah berdasarkan tempat hidupnya.
·
Menentukan
kualitas tanah dengan menggunakan cacing tanah sebagai bioindikator.
·
Menaksir
kerapatan populasi cacing tanah yang dinyatakan dalam keratan biomassa.
·
Menentukan pola
penyebaran individu cacing tanah.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Cacing Tanah
(dekomposer)
Salah satu
organisme tanah yaitu cacing. Cacing tanah tergolong ke dalam kelompok
Invertebrata, Filum Annelida, Ordo Oligochaeta. Terdapat 7.000 spesies yang
tersebar diseluruh dunia. Spesies yang paling umum diataranya adalah : Holodrillus
caliginosus (cacing kebun), Holodrillus foetidus (cacing merah) dan
sejenisnya ini tersebar di seluruh dunia (Suin, 2006).
Identifikasi cacing tanah (Oligochaeta) secara kasar adalah dengan melihat
bentuk luarnya (morfologi) dan yang lebih teliti dengan melihat organ-organ dan
jaringan-jaringannya secara mikroskopis. Cara kasar dapat dilakukan dengan memperhatikan
letak klitelum, letak seta, banyaknya seta dan banyaknya segmen (Suin,2006).
Cacing tanah memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara satu
segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah,
sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya
saling berhubungan menembus septa. Rongga tubuh berisi cairan yang berperan
dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot. Ototnya
terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal) (Handayanto,2009).
Cacing tanah mempunyai peran langsung dalam dekomposisi tanah. Cacing
tersebut dapat memecah fragmen-fragmen sampah pada tumbuhan dan mencampurnya
dengan tanah. Mereka membawa sampah dari permukaan ke dalam tanah dan
mengeluarkan secret mucus yang dapat memperbaiki struktur tanah (Handayanto,2009).
Kondisi lingkungan tanah yang baik ini merupakan lingkungan yang baik untuk
organisme. Cacing ini hidup didalam liang tanah yang lembab, subur dan suhunya
tidak terlalu dingin. Untuk pertumbuhannya yang baik, cacing ini memerlukan
tanah yang sedikit asam sampai netral.
Kelembaban sangat diperlukan untuk menjaga agar kulit cacing tanah
berfungsi normal. Bila udara terlalu kering, akan merusak keadaan kulit. Untuk
menghindarinya cacing tanah segera masuk kedalam lubang dalam tanah, berhenti
mencari makan dan akhirnya akan mati. Bila kelembaban terlalu tinggi atau
terlalu banyak air, cacing tanah segera lari untuk mencari tempat yang
pertukaran udaranya (aerasinya) baik. Hal ini terjadi karena cacing tanah
mengambil oksigen dari udara bebas untuk pernafasannya melalui kulit
(Handayanto, 2009).
Pada
ekosistem tanah, cacing merupakan salah satu dekomposer utama yang berperan
dalam siklus nutrisi tanah. Berdasarkan tempat hidupnya, cacing tanah dibedakan
menjadi tiga tipe, yaitu : Tipe epigeik, cacing tanah tipe epigeik hidup
di permukaan tanah. Umumnya cacing ini ditemukan pada serasah-serasah daun di
lantai hutan. Tipe endogeik, cacing tanah tipe endogeik hidup didalam
tanah pada kedalaman 0 – 10 meter. Cacing tanah ini paling rentan terhadap
perubahan lingkungan yang buruk, sehingga dapat dijadikan sebagai bioindikator
kerusakan tanah. Tipe anecigeik, cacing tanah tipe anecigeik hidup
didalam tanah pada kedalaman 10 -20 cm dan terkadang naik ke permukaan untuk melakukan sekresi.
2.2. Tanah
Tanah merupakan hasil pelapukan
batuan bercampur dengan sisa-sisa bahan organik dan organisme (vegetasi hewan)
yang hidup diatasnya atau didalamnya. Selain itu di dalam tanah terdapat pula
udara dan air. Pengaruh organisme dalam tanah khususnya dalam proses
pembentukan struktur tanah yang stabil sangat oleh kegiatan organisme dalam
tanah, khususnya cacing tanah yang bersimbiosis dengan tanaman atau serasah
daun yang dapat memberikan kesuburan.
Kualitas tanah merupakan kemampuan tanah yang menggambarkan ekosistem
tertentu untuk keberlanjutan sistem pertanian. Kualitas tanah menunjukkan sifat
fisik, kimia dan biologi tanah yang berperan dalam menyediakan kondisi untuk
pertumbuhan tanaman, aktivitas biologi, mengatur aliran air dan sebagai filter
lingkungan terhadap polutan (Sarwono, 2007)
Komponen penyusun tanah terbagi menjadi 2, yaitu :
a. Komponen
abiotik, yaitu terdiri dari benda-benda mati seperti air, tanah, udara, cahaya,
matahari dan sebagainya.
b.
Komponen biotik, yaitu terdiri dari
mahkluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan manusia.
Kualitas tanah umumnya ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah. Untuk
menentukan kualitas tanah secara kimia perlu dilalukan analisa kimia yang
biayanya relatif mahal. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk
menentukan kualitas tanah dengan biaya relatif murah, tetapi cepat dan akurat,
adalah dengan mengunakan organisme dalam tanah sebagai bioindikator
(Sarwono,2007).
Cacing tanah dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas tanah, yaitu
dengan menghitung kerapatan populasinya pada tanah yang menjadi habitatnya.
Populasi hewan dihitung sebagai jumlah indivudu per satuan ruang tempat hidup
(satuan luas, satuan volume atau satuan berat medium). Dengan demikian, bila
diketahui luas area tempat hidup hewan, kepadatan populasi absolut dapat
dihitung. Untuk berbagai spesies hewan yang memperlihatkan ukuran tubuh yang
bervariasi, ukuran populasi dapat lebih bermakna apabila dinyatakan dalam
kerapatan biomassa (berat per satuan ruang dan bukan jumlah individu per satuan
ruang). Berdasarkan nilai kerapatan bioassa cacing, dapat ditentukan kualitas
tanah dengan kategori sebagai berikut :
1.
Tanah subur atau belum tercemar :
kerapatan biomassa cacing tanah > 60 gr/m2.
2.
Tanah tercemar ringan : kerapatan
biomassa cacing tanah 30 – 60 gr/m2.
3. Tanah
tercemar berat : kerapatan biomassa
cacing tanah < 30 gr/m2.
2.3. Pola
penyebaran
Dalam suatu populasi, individu-individu penyusun populasi dapat tersebar
dengan berbagai pola penyebaran Penyebaran adalah pola tata ruang individu yang
satu relatif terhadap yang lain dalam populasi. Penyebaran atau distribusi
individu dalam satu populasi bisa bermacam-macam, pada umumnya memperlihatkan
tiga pola penyebaran, yaitu : penyebaran secara acak, penyebaran secara mengelompok,
dan penyebaran merata.
Pola penyebaran suatu populasi terbagi menjadi 3, yaitu :
1. Acak (random)
Pada penyebaran pola acak, setiap indivudu memiliki
probabilitas yang sama untuk ditemukan dimana saja pada suatu luasan area.
2.
Mengelompok (contagious/clumped)
Pada penyebaran pola mengelompok, individu-individu
lebih banyak ditemukan pada titik-titik tertentu pada suatu luasan area.
3.
Seragam (uniform/regular)
Pada penyebaran pola seragam, setiap individu terpisah
satu sama lain pada jarak yang seragam pada suatu luasan area.
2.4. Metode Hand
Sorting
Metode hand sorting merupakan salah satu metode penyortiran
dengan tangan. Dimana metode ini menggunakan tangan untuk mengambil atau
meneliti suatu sampel. Metode ini cukup praktis namun kelemahan dari metode ini
untuk meneliti sampel dibutuhkan waktu yang lama karena sampel yang diteliti
harus satu persatu dan secara detail sehingga bisa memakan waktu yang cukup
lama. Pada metode ini tanah diambil pada kuadrat yang telah ditentukan luas dan
kedalamannya, dan tanah itu diletakkan diatas sebuah alas dan tanah dan
langsung disortir.
BAB III
METODOLOGI
3.1. Lokasi
dan Waktu Pengamatan
·
Lokasi Pengamatan
Dibawah pohon depan halaman Pusat
Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
·
Waktu Pengamatan
Rabu, 12 Oktober 2011
3.2. Alat dan Bahan
·
Alat :
·
Alat gali
|
·
Timbangan analitik
|
·
Penggaris
|
·
Desikator
|
·
Plastik/kertas koran
|
·
Oven
|
·
Label
|
·
Crucible
|
·
Soil tester
|
·
Cawan porselen
|
·
Core Sampler
|
·
Tali Rafia
|
·
Kayu/ranting
|
·
Kertas isap/tisu
|
·
Termometer
|
·
Bahan
·
Tanah
|
·
Aquadest
|
3.3. Cara Kerja
Dua area sampling dipilih secara
acak dan plot kuadrat ukuran 20 cm x 20 cm diletakkan pada area tersebut.
Serasah penutup tanah dibersihkan pada plot kuadrat yang akan diamati. Substrat
dicuplik di dalam plot kuadrat pada tiga kedalaman tanah, yaitu 0 – 5 cm, 5 –
10 cm dan 10 – 20 cm. Seluruh sampel tanah per kedalaman dipindahkan ke atas
bentangan alas plastik atau koran. Dilakukan penyortiran dengan tangan (hand
sorting method) untuk mencari cacing tanah pada sampel tanah yang telah
anda kumpulkan di atas alas plastik tersebut. Dihitung jumlah individu cacing
tanah yang bertipe epigeik, endogeik dan anecigeik. Semua cacing yang ditemukan
dibersihkan dari partikel tanah, kemudian ditimbang dengan menggunakan
timbangan analitik. Dari cuplikan tanah, diambil segenggam tanah dan
dibersihkan dari serasah dan perakaran. Sampel tanah dimasukkan ke dalam
kantung sampel. Dilakukan pengukuran faktor lingkungan abiotik tanah dan
kondisi mikroklimat tanah dan udara.
3.4. Analisis Data
·
Kerapatan Biomassa
|
-
S2x =
·
Kandungan Air Tanah
Kandungan air tanah (%)
=
x 100 %

·
Kandungan Organik Tanah
Kandungan
organik tanah (%) =
x 100 %

- Kandungan Mineral (Anorganik) Tanah
Kandungan
mineral tanah (%) =
x 100 %

- Bobot Isi (bulk density)
Bulk
density = 

- Total Porositas
Total
Porositas (%) = 1 –
x 100%

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lokasi
|
Kelompok
|
pH tanah
|
Kelembaban Tanah
|
Suhu Tanah
|
Kandungan Air Tanah
|
Kandungan Organik Tanah
|
Kandungan Anorganik Tanah
|
Bobot Isi
|
Porositas
|
|
(%)
|
(ºC)
|
(%)
|
(%)
|
(%)
|
(gr/cm3)
|
(%)
|
||||
1
|
6,8
|
2%
|
27ºC
|
26,56%
|
13,15%
|
86,84%
|
0,65 gram/cm3
|
75,9%
|
||
Non-Vegetasi
|
3
|
6,8
|
1%
|
29ºC
|
17,37%
|
11,93%
|
88,06%
|
1,224 gram/cm3
|
55%
|
|
5
|
6,5
|
3%
|
29,5ºC
|
27,57%
|
12,36%
|
87,64%
|
0,977
gram/cm3
|
35,19%
|
||
2
|
6,8
|
2%
|
26ºC
|
38,82%
|
15,62%
|
84,37%
|
0,87 gram/cm3
|
66,8%
|
||
Vegetasi
|
4
|
6,9
|
3%
|
26ºC
|
26,37%
|
13,80%
|
86,17%
|
0,81 gram/cm3
|
69,67%
|
Tabel 1. Tabel lingkungan abiotik
pada lokasi pengamatan
Pada tabel diatas, hasil pengukuran abiotik pada tempat yang
bervegetasi dan non vegetasi, pH tanahnya lebih tinggi pada lokasi vegetasi
dengan rata-rata pH tanahnya 6,8 dibandingkan pH tanah pada lokasi non vegetasi
dengan rata-rata pH tanahnya 6,7. Kelembaban tanah lebih tinggi ada pada lokasi
vegetasi. Hal ini dikarenakan pada lokasi vegetasi di bawah pohon banyak menghasilkan
oksigen dari udara bebas untuk pernafasannya melalui kulit.
Kulit cacing tanah memerlukan kelembaban cukup tinggi agar dapat berfungsi
normal dan tidak rusak yaitu berkisar 15% - 30%. Suhu yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan antara 15ºC-25ºC (Handayanto,2009).
Suhu lebih tinggi ada pada lokasi
non vegetasi dikarenakan di tempat yang bervegetasi ditutupi oleh pohon,
sehingga suhunya lebih teduh/rendah dibandingkan dengan lokasi non vegetasi.
Kandungan air lebih tinggi pada daerah vegetasi, adanya pepohonan di lokasi
vegetasi juga berarti kandungan organik dan anorganiknya lebih besar
dibandingkan pada lokasi non-vegetasi karena banyak serasah-serasah daun yang
juga mempengaruhi pH tanah.
Cacing yang didapat pada lokasi
bervegetasi ukurannya lebih besar (tipe epigeik dan endogeik) dan jumlahnya
lebih banyak di temukan pada permukaan tanah. Karena di lokasi yang bervegetasi
terdapat banyak serasah-serasah yang akan menjadi makanan untuk cacing tanah.
Sedangkan pada lokasi non vegetasi cacing yang didapat lebih sedikit, hal ini
dikarenakan pada tempat non vegetasi tidak terdapat pepohonan dan serasah
sebagai makanan tanah sehingga suhunya lebih tinggi dan tanahnya pun tidak
lembab
Tabel 2. Kepadatan Biomassa Cacing
Tanah
Tempat
|
Kelompok
|
Biomassa Total/plot (gr)
|
|
Kerapatan Biomassa (gr/m2)
|
Rata-rata Kerapatan Biomassa
(gr/m2)
|
Kualitas Tanah
|
Non-Vegetasi
|
1
|
0,0343 gram
|
|
0,8575 gr/m2
|
0,55 gr/m2
|
Tercemar berat
|
3
|
0 gram
|
|
0 gr/m2
|
|||
5
|
0,0318 gram
|
|
0,795 gr/m2
|
|||
Vegetasi
|
2
|
0,029 gram
|
|
0,74 gr/m2
|
2,13 gr/m2
|
Tercemar berat
|
4
|
0,1408 gram
|
|
3,52 gr/m2
|
Pada
Tabel 2 terlihat bahwa cacing tanah lebih banyak ditemukan pada lokasi vegetasi
dengan rata-rata kepadatan biomassa adalah 2,13 gr/m2 dibandingkan pada
lokasi non vegetasi rata-rata kepadatan biomassanya adalah 0,55 gr/m2.
Hal ini terjadi karena pada lokasi yang bervegetasi pH nya lebih tinggi, suhu
lebih teduh/rendah, dan kelembabannya lebih tinggi di bandingkan pada lokasi
non vegetasi, sehingga lebih banyak cacing yang mungkin pada tempat tersebut. Kualitas
tanah pada lokasi bervegetasi dan non vegetasi sama-sama tercemar. Dikarenakan
tanah mengandung bahan organik dan anorganik yang mampu mendukung pertumbuhan
tanaman.
\ Komposisi
tanah bergantung pada proses pembentukan tanah. Pencemaran menyebabkan susunan
tanah mengalami perubahan sehingga mengganggu kehidupan jasad yang hidup di
dalam dan di permukaan tanah. (Kemas, 2005).
Pencemaran tanah dapat terjadi
karena penggunaan pupuk secara berlebihan, pembuangan limbah yang tidak dapat
dicerna seperti plastik. Pencemaran tanah juga dapat terjadi melalui air dan
udara yang mengandung bahan polutan yang merubah susunan kimia tanah (Sarwono,2007).
Tabel 3. Pola Penyebaran Cacing
Tanah
Tempat
|
Kelompok
|
Kerapatan Biomassa (gr/m2)
|
Rata-rata Kerapatan Biomassa
(gr/m2)
|
S2
|
![]() |
Pola Penyebaran
|
Non-vegetasi
|
1
|
0,8575 gr/m2
|
2,13 gr/m2
|
0,622
|
1,13
|
Mengelompok
|
3
|
0 gr/m2
|
|||||
5
|
0,795 gr/m2
|
|||||
Vegetasi
|
2
|
0,74 gr/m2
|
0,55 gr/m2
|
3,864
|
1,814
|
Mengelompok
|
4
|
3,52 gr/m2
|
Pada
tabel diatas didapat pola penyebaran cacing tanah pada lokasi vegetasi dan non
vegetasi adalah sama-sama mengelompok. Hal ini dikarenakan pada lokasi yang
bervegetasi dan non vegetasi suhu indeks dipersial nya lebih dari satu.
Sehingga individu-individu lebih banyak ditemukan pada titik tertentu pada
suatu luasan daerah/lokasi.
Pola
penyebaran disebabkan oleh adanya karakteristik sumber daya lingkungan. Pola
penyebaran mengikuti pola tertentu sesuai dengan jenis organisme, habitat yang
ditempati dan luas area.
BAB V
KESIMPULAN
v pH tanah pada lokasi vegetasi lebih
tinggi dibandingkan pada lokasi non vegetasi.
v Kelembaban tanah lebih tinggi pada
tanah yang lokasinya bervegetasi.
v Suhu pada lokasi non vegetasi lebih
tinggi dibanding lokasi vegetasi.
v Kandungan air lebih tinggi pada
lokasi vegetatif.
v Cacing tanah lebih banyak ditemukan
pada tempat bervegetasi dengan rata-rata kepadatan biomassa adalah 2,13 gram/m2.
v Kualitas tanah pada lokasi vegetasi
dan lokasi non vegetasi sama-sama tercemar.
v Pola penyebaran cacing tanah pada
lokasi vegetasi dan lokasi non vegetasi adalah pola penyebaran mengelompok (contagious/clumped).
DAFTAR
PUSTAKA
Suin, N.M.2006.Ekologi Hewan
Tanah.Jakarta: Bumi Aksara.
Handayanto,
E. Hiriah, K. 2009. Biologi Tanah. Yogyakarta: Pustaka Adipura.
Hardjowigeno,
Sarwono.2007.Ilmu Tanah.Jakarta : Akademika Pressindo.
Hanafiah,
Kemas.2005.Dasar-dasar Ilmu Tanah.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Djamal
Irwan, Zoer’aini.2007.Prinsip-Prinsip Ekologi Ekosistem, Lingkungan dan
Pelestariannya. Jakarta: Bumi Aksara.
LAMPIRAN
LOKASI NON-VEGETASI
Kelompok 1
- Kandungan Air dalam Tanah
Berat
segar tanah = 5 gram
Berat
cawan = 32,2495 gram
Berat
kering tanah = (berat kering + berat
cawan) – berat cawan
= 35,9212 gram – 32,2495 gram
= 3,6717 gram
Kandungan air tanah (%) =
x 100%

=
x 100%

=
x 100%

=
26,56%
- Kandungan Organik dan Mineral Tanah
Berat cawan = 32,2495 gram
Berat kering tanah = 3,6717 gram
Berat abu tanah = (berat abu tanah + berat cawan) –
berat cawan
= 35,4383 gram – 32,2495 gram
= 3,1888 gram
Kandungan organik tanah (%) =
x 100%

=
x 100%

=
x 100%

=
13,15%
Kandungan mineral tanah (%) =
x 100%

=
x 100%

=
86,84%
- Bobot Isi (bulk density)
Volume core sampler = 159,7980 cm3
Berat cawan = 58,4213 gram
Berat kering tanah = (berat kering + berat cawan) – berat
cawan
= 162,5069 gram– 58,4213 gram
= 104,0856 gram
Bulk density = 

= 

= 0,65 gram/cm3
- Porositas
Total porositas = 1 –
x 100%

= 1 –
x 100%

=
1 –
x 100%

= 0,759 x 100%
= 75,9 %
Kelompok 3
- Kandungan Air dalam Tanah
Berat segar tanah =
5 gram
Berat
cawan = 31,7389 gram
Berat
kering tanah = (berat kering tanah +
berat cawan) – berat cawan
= 35,8624 gram– 31,7389 gram
= 4,1135 gram
Kandungan air tanah (%) =
x 100%

=
x 100%
=
x 100%

=

= 17,37 %
·
Kandungan
Organik dan Mineral Tanah
Berat
cawan =
31,7389 gram
Berat
kering tanah = 4,1135 gram
Berat
abu tanah = (berat abu tanah +
berat cawan) – berat cawan
= 35,3644
gram – 31,7389 gram
= 3,6255 gram
Kandungan
organik tanah (%) =
x 100%

=
x 100%

=
x 100%

=
11,93 %
Kandungan
mineral tanah (%) =
x 100%

=
x 100%

=
88,06%
·
Bobot Isi (bulk
density)
Volume
core sampler = 111,7816 cm3
Berat
cawan = 58,3975 gram
Berat
kering tanah = (berat kering tanah +
cawan) – berat cawan
= 195,1765 gram – 58,3975 gram
= 136,779 gram
Bulk
Density = 

= 

= 1,224 gram/cm3
·
Porositas
Total
porositas (%) = 1 –
x 100%

= 1 –
x 100%

= 1 – (0,453) x 100%
=
0,55 x 100%
=
55%
Kelompok 5
- Kandungan Air dalam Tanah
Berat
segar tanah : 5 gram
Berat
kering tanah : 3,6217 gram
Kandungan air tanah (%) =
x 100%

=
x 100%

=
x 100%

=
27,57 %
- Kandungan Organik dan Mineral Tanah
Berat kering tanah = 3,6217 gram
Berat abu tanah = 3,1741 gram
Kandungan organik tanah (%) =
x 100%

=
x 100%

=
x 100%

= 12,36 %
Kandungan mineral tanah (%) =
x 100%

=
x 100%

= 87,64 %
- Bobot Isi
Volume core sampler : 120,5514 cm3
Berat kering tanah : 117,80 gram
Bulk density = 

= 

= 0,977 gr/cm3
- Porositas
Total
porositas = 1 –
x 100%

= 1 –
x 100%

= 35,19 %
LOKASI VEGETASI
Kelompok 2
- Kandungan Air dalam Tanah
Berat
segar tanah = 5 gram
Berat
cawan =
31,4784
Berat
kering tanah = (berat cawan + berat
tanah)- berat cawan
=
34,5373 – 31,4784
=
3,0589
Kandungan air tanah (%) =
x 100%
= 5 gram – 3,0589 gram x 100%

= 5 gram – 3,0589 gram x 100%
5 gram
= 38,82 %
- Kandungan Organik dan Mineral Tanah
Berat kering tanah = 3,0589 gram
Berat abu tanah = 2,5809 gram
Kandungan organik
tanah (%) =
x 100%

= 3,0589 gram – 2,5809 gram x 100%
3,0589
gram
= 15,62 %
Kandungan mineral tanah % =
x 100%

= 2,5809
gram x 100%
3,0589 gram
=
84,37%
- Bobot Isi
Volume
Core Sampler = 117,32 cm3
Berat
cawan porselen = 52,8694 gram
Berat
kering tanah = (berat cawan + tanah)
– berat cawan porselen
=
155,9893 gram – 52,8694 gram
=
103,1190 gram
Bulk Density = 

= 103,1190 gram
117,32 gram
= 0,8789 gram
- Porositas
Total
Porositas = 1 –
x 100%

=
1 - [ 0,8789 ] x 100%
2,65
= 66,8 %
Kelompok
4
·
Kandungan Air
dalam Tanah
Berat
segar tanah = 5 gram
Berat
cawan = 32,4092 gram
Berat
kering tanah = (berat
cawan + berat kering tanah) – berat cawan
= 36.0906 – 32,4092
= 3,6814 gram
Kandungan
air tanah (%) =
x 100%

= 5 gram – 3,6814 x 100%
5 gram
= 26,37%
·
Kandungan
Organik dan mineral Tanah
Berat
kering tanah = 3,6814 gram
Berat
cawan crussible = 32,4092 gram
Berat
abu = 3,1723 gram
Kandungan
organik tanah (%) =
x 100%

= 3,6814 – 3,1723 x 100%
3.6814
= 13.8%
Kandungan
mineral tanah (%) =
x 100%

= 3,1723 x 100%
3,6814
= 86.17%
·
Bobot isi
Volume
core sampler = 121.64 gram
Berat
kering tanah = 194.9918 gram
Berat
cawan porselen = 53,7364 gram
Berat
kering tanah = Berat oven 105 derajat – berat cawan porselen
= 153.3355 – 53.7364
= 99.5991 gram
Bulk
Density =

=
99.5991 = 0,8188 gram
121.64
·
Porositas
Total porositas (%) =
1 –
x 100%

= 1- (0.8188) x 100%
2,7
= 0.6967 x 100 %
= 69.67 %
KEPADATAN BIOMASSA
LOKASI VEGETASI
- Kerapatan Biomassa Cacing Tanah
Kerapatan
biomassa = 

Kerapatan biomassa plot 2 =
= 0,74 gr/m2

Kerapatan biomassa plot 4 =
= 3,52 gr/m2

Rata-rata
kerapatan biomassa cacing tanah :







S2


S2 =

S2 = 

S2
= 12,938 gr – 9,0738 gr
S2= 3,864
Indeks dipersial
|


LOKASI NON-VEGETASI
- Kerapatan Biomassa Cacing Tanah
Kerapatan
biomassa = 

Kerapatan biomassa plot 1 =
= 0,8575 gr/m2

Kerapatan
biomassa plot 3 =
= 0 gr/m2

Kerapatan
biomassa plot 5 =
= 0,795 gr/m2

Rata-rata kerapatan biomassa cacing
tanah :








S2


S2

S2 

S2
=

S2 =

S2
= 0,622




TIGERING VIA AT A TILE SPADE | The Titanium Bicycle
BalasHapusThe TIGERING VIA AT A TILE SPADE was produced by ion titanium on brassy hair a titanium pots and pans team of mathematicians and engineers samsung titanium watch from Italy. winnerwell titanium stove It is one of oakley titanium glasses the fastest-growing