Sabtu, 21 April 2012

enumerasi bakteri

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Di dalam bidang ilmu mikrobiologi ada suatu hal mendasar yang juga perlu diperhatikan yaitu analisia kualitatif terhadap suatu bahan. Suatu analisis ini Sangat penting untuk mengetahui jumlah mikroorganisme yang ada pada suatu sampel tertentu mengandung banyak mikroorganisme atau sebaliknya (Ferdiaz, 1992).
Analisis kualitatif atau biasa disebut dengan enumerasi mikroorganisme dalam hal ini dapat dilakukan baik dengan perhitungan langsung terhadap suatu sampel yaitu salah satunya dengan alat bantu mikroskop, maupun dengan cara tidak langsung yaitu dengan beberapa metode perhitungan (Gobel, 2008).
Dalam percobaan ini akan dibahas secara lebih lanjut mengenai bagaimana cara perhitungan jumlah sel yang ada di dalam suatu medium yang mana umumnya digunakan untuk uji mikrobiologi bahan pangan yaitu metode hitung cawan (Total Plate Counts ) dan metode hitung MPN (Most Probable Number). Sedangkan untuk metode perhitungan secara langsung dapat kita terapkan pada sampel pengujian salinitaasi lingkungan sehingga dengan demikian diharapkan kita akan lebih memahami tentang bagaimana prosedur perhitungan yang baik.
I.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Untuk mengetahui perhitungan mikroorganisme dengan metode Standar Plate Count (SPC) pada medium Nutrien Agar (NA).
2. Untuk mengetahui perhitungan mikroorganisme dengan metode Most Probable Number (MPN) pada medium Laktosa Broth (LB).
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 01 April 2009, pukul 14.00- 17.30 WITA dan bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Istilah pertumbuhan umumnya dipergunakan bakteri dan mikroorganisme yang lainnya dan biasanya lebih mengacu pada perubahan di dalam hasil panen sel dan bukanlah dilihat. Dari pertambahan jumlah individu mikroorganisme tersebut. Suatu proses pertumbuhan menyatakan pertambahan jumlah atau massa yang melebihi dari yang ada di dalam inokulum asalnya (Volk, 1985).
Sebelum kita dapat mengevaluasi atau menafsirkan respon pertumbuhan bakteri dalam berbagai media atau pada kondisi yang berbeda- beda kita harus menyatakan pertumbuhan secara kualitatif. Di dalam bidang ilmu mikrobiologi, istilah pertumbuhan ini ditafsirkan dalam berbagai cara. Sebagai contoh mungkin dalm suatu perangkat tertentu dari kondisi pembiakan di nilai sama sebaiknya karena bakteri melakukan pertumbuhan yang relatif cepat pada stadium awal, tetapi panen sel total akhirnya belum tentu sebanyak yang di dspat pada perangkat yang lainnya (Pelczar, 1986).
Tersedia banyak teknik di dalam laboratorium untuk mengukur pertumbuhan bakteri tersebut. Alat- alat yang ada tersebut berkisar dari peralatan yang masih sederhana seperti sebuah kaca objek dengan olesan yang diwarnai. Selain itu terdapat pula metode- metode yang lain dalam pengukuran pertumbuhan bakteri, misalnya dengan metode hitung cawan, pengukuran kekeruhan dari suatu suspensi, pengukuran dengan menggunakan membran atau filter molekuler dan penentuan berat (Volk, 1985).
Suatu bakteri dapat dihitung secara elektronik yaitu dengan cara memasukkan biakan melalui lubang yang sangat kecil pada alat penghitung partikel counter. Alat penghitung yang semacam ini dapat dipakai secara rutin memecah sel darah, namun dapat pula disesuaikan untuk memecah bakteri (Volk, 1985). Akan tetapi, bukanlah laju pertumbuhan bakteri yang tepat melainkan ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri yang akan menjadi perhatian. Adapun cara yang dilakukan untuk menentukannya, yaitu hanyalah dengan melihat biakan. Suatu medium cair akan berubah menjadi keruh sedangkan medium yang padat paada umumnya akan memperlihatkan pertumbuhan, baik itu pada permukaan dari medium maupun di dalam medium tersebut (Hadioetomo, 1996).
Penetapan jumlah bakteri di dalam suatu populasi bakteri mungkin saja akan mengalami hambatan. Hal ini karena tidak semua sel yang ada di dalam suatu biakan itu mampu untuk hidup secara trus- menerus. Jadi dalam perhitungan ini maka yang dianggap sebagai sel hidup adalah sel yang membentuk koloni di dalam medium biakan atau dapat juga digunakan bakteri yang mampu membentuk suspensi di dalam medium biakan. Sel- sel yang mampu hidup terus adalah yang dihitung dengan berbagai metode untuk menetapkan jumlah selnya. Pada jumlah total sel, maka ikut dihitung semua sel yang tampak atau yang dapat dihitung dengan cara yang lainnya, sehingga dengan demikian sel-sel mati dan cacat akan ikut terhitung (Indra, 2008).
Untuk menentukan jumlah bakteri yang ada di dalam suatu medium maka dapat digunakan beberapa cara sebagai berikut (Lay, 1994):
• Jumlah bakteri secara keseluruhan (total cell counts). Pada cara ini di hitung semua bakteri yang ada di dalam suatu medium biakan baik yang hidup maupun yang mati.
• Jumlah bakteri8 yang hidup (Viable count). Cara ini hanya menggambarkan jumlah sel yang hidup saja, sehingga lebih tepat jika dibandingkan dengan cara yang pertama tadi.
Koloni yang tumbuh di dalam suatu medium itu tidaklah selalu berasal dari satu sel mikroorganisme, karena beberapa mikroorganisme tertentu cenderung untuk berkelompok atau berabtai. Bila ditumbuhkan pada suatu medium dengan lingkungan yang sesuai, maka kelompok bakteri ini hanya akan menghasilkan satu koloni saja. Berdasarkan hal tersebut sering kali digunakan istilah Colony Forming Units (CFU) yang digunakan untuk perhitungan jumlah mikroorganisme hidup (Dwidjoseputro, 1996).
Dalam perhitungan jumlah mikroorganisme ini seringkali digunakan pengenceran. Di dalam laboratorium, pengenceran di lakukan dengan botol pengenceran seperti lazimnya pada SPC, namun dapat pula menggunakan tabung reaksi. Pada pengenceran dengan menggunakan botol cairan terlebih dahulu dikocok dengan baik sehingga kelompok sel dapat terpisah. Pengenceran sel dapat membantu untuk memperoleh perhitungan jumlah mikroorganisme yang benar. Namun pengenceran yang terlalu tinggi akan menghasilkan lempengan agar dengan jumlah koloni yang umumnya relatif rendah (Hadioetomo, !996).
Pada metode perhitungan cawan dilakukan pengenceran yang bertingkat yang mana ditujukan untuk membentuk konsentrasi dari suatu suspensi bakteri. Sampel yang telah di encerkan ini di hitung ke dalam cawan baru kemudian di tuang ke mediumnya (metode tuang). Kemudian setelah diinkubasi selama 24- 48 jam, amati koloni yang tumbuh dan koloni yanng diamati hanyalah koloni yang berjumlah 30- 300 koloni (Gobel, 2008).
Adapun prinsip dari metode hitung cawan ini adalah jika sel jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pada suatu medium agar, maka sel jasad renik tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat di lihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan alat bantu seperti mikroskop dan sebagainya. Metode hittung cawan ini merupakan cara yang paling sensitif untuk menentukan jumlah jassad renik karena beberapa hal yaitu (Ferdiaz, 1992):
• Hanya sel yang masih hidup yang dihitung
• Beberapa jenis jasad renik dapat dihitung sekaligus
• Dapat digunakan untuk mengisolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari suatu jassad renik yang mempunyai penampakan yang spesifik.
Untuk metode MPN (Most probable number) digunakan medium cair dalam wadah berupa tabung reaksi, perhitungan di lakukan bwerdasarkan jumlah tabung yang positif yaitu tabung yang mengalami perubahan pada mediumnya baik itu berupa perubahan warna atau terbentuknya gelembung gas pada dasar tabung durham. Pada metode perhitungan MPN ini digunakan bentuk tiga seri pengenceran, yang pertama 10 ¹, 10 ², dan 10 ³. Kemudian dari hasil perubahan tersebut dicari nilai MPNnya pada tabel nilai MPN, dan untuk jumlah bakterinya maka digunakan rumus (Gobel, 2008):
Bakteri = nilai MPN x 1/pengenceran tengah
Selain dengan cara tidak langsung seperti yang telah dijelaskan di atas, perhitungan jumlah mikroorganisme di dalm suatu medium dapat juga dilakukan secara langsung, dimana dengan metode ini jumlah mikroorganisme tersebut dapat ditentukan langsung dengan menggunakn alat bantu berupa mikroskop, Colony counter dan hemasitometer. Adapun keuntungan penggunaan hemasitometer adalah penggunaannya yang tidak memakan waktu banyak dan juga biaya. Sedangkan kelemahan dari penggunaan hemasitometer adalah tidak dapat membedakan antara sel hidup dan sel mati, kesulitan dalam perhitungan bakteri yang berukuran kecil karena tidak dapat dibantu dengan minyak imersi, hanya dapat dibantu dengan tween 80%(bahan anti gumpal (Gobel, 2008).
BAB III
METODE KERJA

III. 1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu : Timbangan Ohaus, Sendok tanduk ,Tabung reaksi,Tabung durham, Rak tabung,Spoit,Botol pengencer,Bunsen,Erlenmeyer,Autoklaf,Enkas,Cawanpetri,Inkubator, Batang pengaduk,Penangas



III.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu : Tanah,Alumunium foil,Aquadest steril,Kertas label,Alkohol 70 %,Korek api,Tissu roll,Medium LB (Laktosa Broth),Medium NA (NUtrien Agar)

III.3 Prosedur Kerja
A. Metode MPN (Most Probable Number)
1. Menyiapkan 9 tabung reaksi yang berisi medium Laktosa Broth (LB), kemudian member label untuk masing-masing pengenceran dan menyiapkan 3 buah tabug reaksi pada setiap pengenceran.
2. Membuat pengenceran susprnsi bakteri yang berasal dari suspense tanah hingga pengenceran 10-7.
3. Memasukkan masimg-masing seri pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3 sebanyak 1 mL kedalam tabung yang berisi medium Laktosa Broth.
C selama 24-48 jam dan mengamati
â4. Menginkubasi pada suhu 37 perubahan yang terjadi.
5. Mencatat dan menghitung MPN (Most Probable Number).
B. Metode SPC (Standar Plate Count).
1. Menyediakan 3 capet steril.
2. Membuat pengenceran suspensi bakteri yang berasal dari suspense tanah hingga pengenceran 10-7.
3. Menanam suspensi tanah dengan metode tuang kedalam capet steril mulai dari pengenceran 10-5, 10-6 dan 10-7.
4. C selama 24-48 jam.
âMenginkubasi semua cawan pada suhu 37
5. Mengamati dan menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada setiap pengenceran dan hitung SPC dari koloni tersebut.



B.     Metode MPN (Most Probable Number).
Pada percobaan ini menggunakan sampel berupa suspense tanah untuk mengetahui adanya mikroba / bakteri yang ditandai dengan terbentuknya gas, perubahan warna dan terbentuknya endapan. Digunakan tabung durham untuk menampung gas hasil fermentasi mikroorganisme dari bakteri coliform. Pengenceran yang digunakan yaitu 10-1. 10-2 dan 10-3 . Dari hasil pengamatan diperoleh semua tabung ditumbuhi mikroorganisme karena memiliki tanda-tanda diantaranya terdapat perubahan warna yakni dari agak hijau menjadi kuning, tabung durham melayang akibat  24,00 dan jumlahmdihasilkannya gas dan terdapat endapan. Diperoleh MPN sebesar   10. Dapat disimpulkan bahwa bakteri masih hidup apabila% 2,4 msel bakteri  konsentrasi pengenceran tergolong tinggi. Fungsi dari media Laktosa Broth yaitu untuk mengetahui adanya bakteri coliform.
C.     Metode SPC (Standar Plate Count).
Pada percobaan ini menggunakan pengenceran 10-5, 10-6 dan 10-7 dan. Digunakan cawan petri untuk menumbuhkan mikroba. Dari hasil pengamatan diperoleh pada cawan petri 10-5 terdapat 6 koloni bakteri yang tumbuh sedangkan pada cawan petri 10-6 dan 10-7 tidak ditumbuhi bakteri. Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi pengenceran yang terlalu tinggi menyebabkan bakteri yang tumbuh hanya sedikit bahkan tidak ada sama sekali.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan dapat disimpulkan bahwa :
1. Standar Plate count didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah ditumbuhkan dalam media pertumbuhan dan lingkungan yang sesuai.
2. MPN didasarkan pada metode statistik (teori kemungkinan).
3. Nilai SPC yang diperoleh berdasarkan
m 10-5, sedangkan nilai MPN yang diperoleh yaitu %percobaan yaitu 6,0  24,00.

V.2 Saran
Saran untuk laboratorium agar percobaan berikutnya keanekaragaman bakteri yang digunakan dapat bertambah lagi sehingga hasil yang diperoleh dapat bervariasi serta fasilitas lebih ditambah lagi.







DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, S., 1992, Mikrobiologi Pangan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ferdias, S., 1992, Mikrobiologi Pangan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Gobel, Risco, B., dkk., 2008, Mikrobiologi Umum Dalam Praktek, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Hadioetomo, R., 1990, Mikrobiologi Dasar-Dasar Dalam Praktek, Gramedia, Jakarta.
Indra., 2008, http//ekmon-saurus/bab-5-Morfologi-mikroba/.htm . diakses pada tanggal 08 maret 2009, Makassar.
Lay, B., 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Pelczar, Michael, J., 1986, Dasar- Dasar Mikrobiologi, Universitas Indonesia, Jakarta.
Volk, dan Wheeler., 1993, Dasar- Dasar Mikrobiologi, Erlangga, Jakarta.

Selasa, 17 April 2012

PRODUKTIVITAS EKOSISTEM PERAIRAN (DANAU)


LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN

PRODUKTIVITAS EKOSISTEM PERAIRAN (DANAU)

Nama                                    : Renny Ambar P
NIM                                    : 1110095000021
Kelompok                           : 5 (lima)
Semester                               : 4/A
Asisten                                 : Wulan
Tanggal Praktikum              : 27 Maret 2012


PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
 JAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
            Sumber energi primer bagi ekosistem adalah cahaya matahari. Energi cahaya matahari hanya dapat diserap oleh organisme fotosintetik (autotrof). Energi cahaya digunakan untuk mensintesis molekul anorganik menjadi molekul organik yang kaya energi. Molekul tersebut selanjutnya disimpan dalam bentuk makanan dalam tubuhnya dan menjadi sumber bahan organik bagi organisme lain yang heterotrof. Organisme yang memiliki kemampuan untuk mengikat energi dari lingkungan disebut produsen.
Danau sebagai habitat perairan air tawar yang menggenang merupakan suatu ekosistem bagi organisme akuatik. Organisme produsen sebagai penghasil produktivitas primer yang yang memanfaatkan energi cahaya matahari  sehingga dapat berfotosintesis menghasilkan oksigen. Produktivitas primer sendiri berarti hasil proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berklorofil. Dalam perairan yang melakukan aktivitas fotosintesis adalah fitoplankton, hasil dari fotosintesisnya merupakan sumber nutrisi utama bagi organisme air lainnya yang berperan sebagai konsumen dimulai dengan zooplankton dan diikuti oleh kelompok organisme lainnya.       Produktivitas ekosistem perairan tentulah berbeda-beda di setiap ekosistem khususnya ekosistem air tawar. Karena dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik dari suatu ekosistem perairan. Hal itulah yang melatarbelakangi praktikan untuk melakukan pengamatan terhadap produktivitas ekosistem Danau Situ Gintung sehingga dapat diketahui kondisi fisik Danau Situ Gintung.
1.2. Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui nilai produktivitas di Ekosistem Danau Situ Gintung dan mengetahui keterkaitan antara produktivitas ekosostem perairan dengan kondisi fisik perairan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekosistem Danau
Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan pada proses terjadinya danau dikenal danau tektonik yang terjadi akibat gempa dan danau vulkanik yang terjadi akibat aktivitas gunung berapi (Barus, 2004).
Proses terjadinya danau pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: danau alami dan danau buatan. Danau alami merupakan danau yang terbentuk sebagai akibat dari kegiatan alamiah, misalnya bencana alam, kegiatan vulkanik dan kegiatan tektonik. Sedangkan danau buatan adalah danau yang dibentuk dengan sengaja oleh kegiatan manusia dengan tujuan-tujuan tertentu dengan jalan membuat bendungan pada daerah dataran rendah (Nybakken, 1992).
Sebagai salah satu bentuk ekosistem, perairan danau terdiri dari faktor abiotik (fisika dan kimia) dan faktor biotik (produsen, konsumen dan dekomposer), dimana faktor-faktor tersebut membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas yang mempunyai air tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja (Barus, 2004).
Ekosistem danau dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu Benthal merupakan zona substrat dasar yang dibagi menjadi zona litoral dan zona profundal. Litoral merupakan bagian dari zona benthal yang masih dapat ditembus oleh cahaya matahari, sedangkan zona profundal merupakan bagian dari zona benthal di bagian perairan yang dalam dan tidak dapat ditembus lagi oleh cahaya matahari. Zona perairan bebas sampai ke wilayah tepi merupakan habitat nekton dan plankton yang disebut zona pelagial. Selanjutnya dikenal zona pleustal, yaitu zona pada permukaan perairan yang merupakan habitat bagi kelompok neuston dan pleuston. Berdasarkan pada daya tembus cahaya matahari kedalam lapisan air, dapat dibedakan menjadi beberapa antara lain zona fotik (photic zone) di bagian atas, yaitu zona yang dapat ditembus cahaya matahari dan zona afotik (aphotic zone) di bagian bawah, yaitu zona yang tidak dapat ditembus oleh cahaya matahari (Barus, 2004).
2.2. Produktivitas Primer
Di lingkungan perairan Indonesia produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energi dalam ekosistem. Pemasukan energy dalamekosistem yang dimaksud adalah pemindahan energi cahaya menjadi energi kimiaoleh produsen. Sedangkan penyimpanan energi yang dimaksudkan adalahpenggunaan energi oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas (Sumawidjaja, 1979). 
Produktivitas primer dari suatu ekosistem didefinisikan sebagai jumlah energi cahaya yang diserap dan kemudian disimpan  oleh organisme-organisme produsen melalui kegiatan fotosintesis dan kemosintesis dalam suatu periode waktu tertentu. Cahaya disimpan dalam bentuk zat-zat organik yang dapat digunakan sebagai bahan makanan oleh organisme heterotrofik (Sumawidjaja, 1979).
            Produktivitas primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa organik. Jumlah seluruh bahan organik yang terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produktivitas perairan kotor atau produktivitas total. Karena sebagian dari produktivitas total ini digunakan tumbuhan untuk kelangsungan proses-proses hidup yang secara kolektif disebut respirasi, tinggalah sebagian dari produktivitas total yang tersedia bagi pemindahan atau pemanfaatan oleh organisme lain. Produktivitas primer bersih adalah istilah yang digunakan bagi jumlah sisa produktivitas primer kotor yang sebagian digunakan oleh tumbuhan. Untuk respirasi, produktivitas primer inilah yang tersedia bagi tingkatan-tingkatan tropik lain (Nybakken, 1992).
            Dalam produktivitas primer terjadi reduksi karbondioksida dengan atom hidrogen dari air untuk menghasilkan gula sederhana dan selanjutnya membentuk molekul organik yang lebih kompleks dengan menggunakan energi matahari yang ditangkap klorofil. Laju sintesis bahan organik dan perubahan produktivitas primer dapat dihitung dengan teknik pengukuran laju fotosintesis yang didasarkan pada reaksi fotosintesis. Produktivitas primer dapat dilukiskan misalnya pada laju produksi oksigen, laju penggunaan CO2 atau air maupun perubahan konsentrasi bahan organik yang terbentuk (Sumawidjaja, 1979).
2.3. Faktor-faktor Produktivitas Primer
            Produktivitas primer merupakan mata rantai makanan yang memegang peranan penting bagi sumberdaya perairan. Melalui produktivitas primer, energi akan mengalir dalam ekosistem perairan dimulai dengan fiksasi oleh tumbuhan hijau melalui proses fotosintesis. Suplai zat hara dan tersedianya zat khususnya nitrogen dan fosfor  yang meningkat merupakan faktor kimia perairan yang dapat mempengaruhi produktivitas primer disamping faktor fisik cahaya matahari dan temperatur (Wibisono, 2005).
       2.3.1. Temperatur Air
            Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyerapan organisme. Pengukuran suhu air dapat dilakukan dengan termometer air raksa atau tele-termometer. Proses kehidupan vital yang sering disebut proses metabolisme. Suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolism dan berkembang biak. Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di air (Tancung, 2007).
            Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian daripermukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman daribadan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologidi badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksikimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu, peningkatan suhu air juga mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, dan CH4 (Barus, 2004).
       2.3.2. pH air
            Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogendalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkatkeasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalahnetral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7dikatakan kondisi perairan bersifat basa. Adanya karbonat,bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam- asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan (Effendi, 2003).
            Nilai pH yang terlalu asam atau basa berbahaya bagi kelangsungan hidup plankton karena akan menyebabkan berbagai gangguan metabolisme termasuk respirasi. Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisma karena akan menyebabkan terjadinya berbagai gangguan seperti gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004).
       2.3.3. Penetrasi Cahaya
Cahaya matahari merupakan salah satu faktor fisika yang memegang peranan penting dalam perubahan produktivitas primer. Jika kedalaman penetrasi cahaya yang menembus air sudah diketahui, maka dapat diketahui sampai dimana proses asimilasi tumbuhan terjadi. Energi cahaya matahari digunakan dalam proses fotosintesis, diserap oleh pigmen klorofil dan diubah menjadi energi kimia yang digunakan dalam proses reduksi karbonkdioksida sehingga terbentuk bahan organik sebagai hasil akhit akhit fotosintesis. Cahaya yang tampak kemudian dipantulkan terutama pada panjang gelombang hijau dan secara keseluruhan radiasi matahari yang aktif dalam fotosintesisnya 40% (Effendi, 2003).
            Kekeruhan sebagai intensitas kegelapan didalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya.Kekeruhan perairan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air (Wibisono, 2005).
            Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikel- partikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air danau menjadi rendah, sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas perairan (Nybakken, 1992).
       2.3.4. Kadar Oksigen Terlarut
            Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melaluiair hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Difusi oksigen atmosfer ke air bisa terjadi secara langsung pada kondisi air stagnant  (diam) atau terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air akibatadanya gelombang atau angin. Difusi oksigen dari atmosfer ke perairan padahakekatnya berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air atau gelombang (Barus, 2004).
            Oksigen terlarut (Dssolved Oxigen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Di samping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi dan anorganik dalam proses aerobik. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam ekosistem akuatik, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme (Salmin, 2005).
            Di perairan danau, oksigen lebih banyak dihasilkan oleh fotosintesis alga yang banyak terdapat pada zone epilimnion, sedangkan pada perairan tergenang yang dangkal dan banyak ditumbuhi tanaman air pada zone litoral, keberadaaan oksigen lebih banyak dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis tumbuhan air. Keberadaan oksigen terlarut di perairan sangat dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air,dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian, dan berkurangnya tekanan atmosfer. Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air disebabkan karena adanya zat pencemar yang dapat mengkonsumsi oksigen (Salmin, 2005). 
           
           









BAB III
METODOLOGI
3.1. Lokasi dan Waktu Pengamatan
Praktikum Ekologi Perairan tentang Produktivitas Ekosistem Perairan dilaksanakan pada Selasa, 27 Maret 2012 pada pukul 12.30 - 16.00 WIB di Kawasan Danau Situ Gintung, Ciputat, Tangerang Selatan dan Pusat Laboratorium Terpadu, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2. Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah water sampler bottle, DO-meter, pH meter, kertas indikator universal, statif, labu erlenmeyer 250 ml, beaker glass, gelas ukur 100 ml, botol Winkler, pipet tetes, alat tulis, label, kertas karbon hitam, dan selotip. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah larutan NaOH, indikator fenoftalein, dan air danau.
3.3. Cara Kerja
Pencuplikan air dilakukan dengan menggunakan water sampler bottle. Sampel air yang diambil dimasukan kedalam 3 botol Winkler yang sudah diketahui volumenya. Semua botol dilakukan pengukuran kadar oksigen awal menggunkan DO-meter dan pH menggunakan kertas indikator universal. Botol pertama kemudian segera dititrasi dengan larutan NaOH. Air cuplikan sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam 250 ml labu erlenmeyer kemudian ditetesi indikator fenoftalein sebanyak 10 tetes. Kemudian larutan dititrasi dengan larutan NaOH hingga timbul warna merah muda. Jumlah NaOH yang terpakai menunjukkan kandungan CO2 bebas terlarut dalam satuan mg/L.Dua botol lainnya digunakan untuk botol terang dan botol gelap. Satu botol digelapkan dengan melapisinya menggunakan kertas karbon dan botol lain dibiarkan terkena cahaya. Keduanya kemudian didiamkan selama 24 jam untuk proses respirasi dan fotosintesis. Setelah 24 jam, dilakukan pengukuran kadar oksigen, pH, dan temperatur pada kedua botol tersebut dan dicatat hasilnya.
3.4. Analisis Data
  • Laju Respirasi (R)
                Keterangan : C0   = konsentrasi O2  awal (mg/L)
                                 CD = konsentrasi O2 akhir di botol gelap (mg/L)
                       = periode waktu berlangsungnya proses respirasi (jam)
                     R  = laju respirasi (mg/ L/jam)
  • Produktivitas fotosintesis total (PG)
                Keterangan : PG = produktivitas fotosintesis total
                                 CL  = konsentrasi O2 akhir di botol terang (mg/L)
                                 CD = konsentrasi O2 akhir di botol gelap (mg/L)
                                   = periode waktu berlangsungnya proses respirasi (jam)
  • Produktivitas primer bersih (PN)

 
PN = PG - R
                Keterangan : PN   = produktivitas primer bersih
                                 CL  = konsentrasi O2 akhir di botol terang (mg/L)
                                 CO  = konsentrasi O2  awal (mg/L)
                                   = periode waktu berlangsungnya proses respirasi (jam)

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
            Pengamatan yang telah dilakukan pada Kawasan Danau Situ Gintung, Ciputat, Tangerang Selatan untuk mengetahui produktivitas perairan danau didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Nilai Produktivitas Ekosistem Perairan Situ Gintung, Ciputat, Tangerang Selatan.
Titik
Sampling
Produktivitas Fotosintesis Total
(PG)
(mgO2/L/jam)
Laju Respirasi (R)
(mgO2/L/jam)
Produktivitas Primer Bersih
(PN)
(gC/L/jam)
1
0,0916
0,7125
-0,6209
2
-0,067
0,84
0,897
3
0,11
1,22
-1,11
4
0,345
0,079
0,266
5
0,325
1,36
-1,035

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui nilai produktivitas fotosintesis total (PG) pada titik pertama sebesar 0,0916, titik kedua sebesar -0,067, titik ketiga sebesar 0,11, titik keempat sebesar 0,345 dan pada titik kelima 0,325. Nilai produktivitas fotosintesis pada titik pertama menunjukkan hasil yang positif. Hal ini berarti aktivitas fotosintesis masih dapat berlangsung disebabkan fitoplankton yang ada di dalam sampel air danau masih dapat melakukan aktivitas fotosintesis sehingga akan menghasilkan produktivitas primer. Intensitas cahaya yang masuk ke dalam ke air pada botol terang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. Begitupula pada titik ketiga, keempat dan kelima yang menunjukkan hasil yang positif. Pada titik keempat produktivitas fotosintesis totalnya paling besar dikarenakan faktor udara disekelilingnya yang dapat meningkatkan kadar oksigen terlarut sehingga dapat meningkatkan produktivitas fotosintesis total. Titik kedua menunjukkan nilai yang negatif hal ini dapat disebabkan karena lokasi yang berada di tepian yang cenderung terkontaminasi dengan limbah rumah tangga yang dapat menurunkan kadar oksigen terlarutnya sehingga menurunkan aktivitas fotosintesis organisme autotrof perairan.
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui laju respirasi (R) pada titik pertama sebesar 0,7125, titik kedua sebesar 0,84, titik ketiga sebesar 1,22, titik keempat sebesar 0,079 dan pada titik kelima 1,36. Laju respirasi pada semua titik menunjukkan hasil yang positif. Nilai positif tersebut menunjukkan bahwa respirasi berlangsung dengan baik. Sehingga mampu menunjang kehidupan organisme di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas respirasi pada perairan tersebut lebih banyak dilakukan dibandingkan aktivitas fotosintesis. Hal ini berarti organisme-organisme yang melakukan aktivitas respirasi tersebut lebih banyak.
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui produktivitas primer bersih (PN) pada titik pertama sebesar -0,6209, titik kedua sebesar 0,897, titik ketiga sebesar -1,11, titik keempat sebesar 0,266 dan pada titik kelima -1,035. Nilai tersebut menunjukkan jumlah sisa energi yang telah terpakai yang akan disimpan dalam bentuk zat-zat organik yang dapat digunakan sebagai bahan makanan bagi organisme heterotrof. Pada titik pertama, ketiga dan kelima menghasilkan nilai yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas primer bersih pada titik tersebut sangat kurang menunjang kehidupan organisme lainnya pada tingkatan-tingkatan tropik organisme perairan. Sehingga organisme pada tingkatan tropik lainnya ada yang tidak mendapatkan sumber nutrisi dengan baik. Pada titik kedua dan titik keempat menghasilkan nilai yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas primer bersih pada titik tersebut masih dapat menunjang kehidupan organisme lainnya pada tingkatan-tingkatan tropik organisme perairan.
Produktivitas primer bersih digunakan bagi jumlah sisa produktivitas primer kotor yang sebagian digunakan tumbuhan. Untuk respirasi, produktivitas primer inilah yang tersedia bagi tingkatan-tingkatan tropik lain (Nyabakken, 1992).
           
Grafik 1. Pengukuran Oksigen Terlarut terhadap Produktivitas Ekosistem Perairan Danau Situ Gintung, Tangerang Selatan
Berdasarkan grafik 1 didapat hasil pengukuran DO awal botol terang dan botol gelap pada titik kelima menghasilkan nilai tertinggi yaitu berturut-turut 46,9 mg/L dan 41 mg/L. Hal ini disebabkan karena faktor hembusan angin yang cukup kencang sehingga membawa oksigen bebas yang ada diudara dan menyebaban kadar oksigen terlarutnya cukup tinggi dibandingkan yang lain. Pengukuran DO akhir botol terang dan botol gelap pada titik kelima juga menghasilkan nilai tertinggi yaitu berturut-turut 16,2 mg/L dan 8,4 mg/L. DO yang tinggi mampu menghasilkan produktivitas yang besar pula sehingga mampu menunjang kehidupan organisme yang ada di dalamnya. DO yang rendah cenderung akan menghambat aktivitas organisme yang ada didalamnya sehingga pada titik yang memiliki DO rendah kemungkinan tidak ditemukan organisme autotrof yang melakukan aktivitas fotosintesis untuk menghasilkan produktivitas dalam ekosistem perairan.
Berdasarkan data yang didapatkan rata-rata DO awal pada botol terang lebih besar dibandingkan botol terang, begitu pula pada DO akhir botol terang lebih besar dari botol gelap. Hal ini dapat disebabkan karena pengaruh kertas karbon hitam yang diberikan pada botol gelap dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke dalamnya. Karena intensitas cahaya yang masuk dapat membantu terjadinya aktivitas fotosintesis sehingga menghasilkan oksigen terlarut. Sehingga kadar oksigen awal dan akhir pada botol terang jauh lebih banyak dari botol gelap
Pengukuran DO titrasi didapatkan hasil terendah yaitu sebesar 8,3 mg/L pada titik pertama dan kelima. Hal ini menunjukkan bahwa kadar oksigen yang terlarut dalam air sangat sedikit. Nilai tersebut menunjukkan bahwa banyak kandungan karbondioksida di dalamnya karena terbukti dari hasil titrasi Winkler yang telah dilakukan bahwa air danau telah berubah menjadi warna merah muda hanya dengan 1 tetes fenoftalein dan sebelum dititrasi dengan larutan NaOH. Namun nilai tersebut masih dapat mendukung kehidupan organisme di dalamnya. Kandungan Oksigen terlarut (DO) didalam air yang dapat mendukung kehidupan organisme airberkisar antara 4-8 mg/L (Effendi, 2003).
Grafik 2. Pengukuran Suhu terhadap Produktivitas Ekosistem Perairan Danau Situ Gintung, Tangerang Selatan
Berdasarkan grafik 2 pengukuran suhu terang awal didapatkan hasil tertinggi dengan nilai 34,1°C pada titik kedua dan suhu gelap awal tertinggi dengan nilai 34°C pada titik kelima serta suhu titrasi tertinggi pada titik kelima juga dengan nilai 35,2°C. Dikarenakan pada titik sampling tersebut suhu disekitarnya sangat terik sehingga menyebabkan suhu air meningkat yang juga akan meningkatkan kebutuhan plankton akan oksigen. Hal ini disebabkan karena temperatur dapat memicu aktivitas fisiologis plankton sehingga kebutuhan akan oksigen semakin meningkat. Suhu yang tinggi mempengaruhi produktivitas ekosistem perairan karena suhu tinggi akan menghambat pengikatan oksigen bebas yang ada diudara sehingga aktivitas untuk berespirasi menjadi terhambat.
Suhu terang awal dan akhir terendah didapatkan pada titik pengamatan pertama dengan nilai yang sama yaitu 31,2°C. Hal ini disebabkan karena pada titik pengamatan tersebut terdapat banyak angin yang berhembus sehingga suhunya mempengaruhi suhu air pada titik tersebut. Suhu yang rendah termasuk suhu yang optimal karena dapat meningkatkan produktivitas perairan karena suhu yang rendah mampu membantu organisme seperti plankton untuk mengikat oksigen bebas yang ada di udara.
            Suhu yang optimal dapat membantu meningkatkan produktivitas ekosistem perairan karena oksigen dapat dengan mudah diikat dari udara bebas. Suhu optimal yang dapat ditolerans oleh organisme perairan berkisar antara 27-31°C (Barus, 2004).
Grafik 3. Pengukuran Derajat Keasaman terhadap Produktivitas Ekosistem Perairan Danau Situ Gintung, Tangerang Selatan
Berdasarkan grafik 3 didapat hasil pengukuran pH tertinggi terdapat pada titik pengamatan keempat dengan nilai 8. Hal ini menunjukan bahwa nilai pH pada lokasi tersebut bersifat basa dikarenakan kandungan air didalamnya cukup banyak mengandung karbondioksida. Sehingga menyebabkan derajat keasamannya bersifat basa. Pada titik pengamatan pertama, kedua, ketiga dan keempat memiliki derajat keasaman sebesar 7. Hal ini berarti pH air bersifat netral dan masih normal serta baik untuk kehidupan organisme akuatik dalam arti kehidupan organisme didalamnya mempunyai keseimbangan yang baik sehingga mampu menciptakan pH yang tetap netral.
Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7-8,5. Kondisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisma karena akan menyebabkan terjadinya berbagai gangguan seperti gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004).
             








BAB V
KESIMPULAN
·         Produktivitas Fotosintesis Total tertinggi di Danau Situ Gintung ditemukan pada titik pengamatan keempat dengan nilai 0,345 mgO2/L/jam
·         Laju Respirasi tertinggi di Danau Situ Gintung ditemukan pada titik pengamatan kelima dengan nilai 1,36 mgO2/L/jam
·         Produktivitas Primer Bersih tertinggi di Danau Situ Gintung ditemukan pada titik pengamatan kedua dengan nilai 0,897 gC/L/jam
·         Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas ekosistem perairan yaitu suhu air, pH air, kadar oksigen terlarut dan kecerahan air.












DAFTAR PUSTAKA
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air
Daratan. Medan: USU Press.
            Effendie. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan
lingkungan perairan. Kanisius. Jogjakarta
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.
PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia
            Salmin.2005. Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biologi (BOD)
sebagai salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan
Oseana, Volume XXX, Nomor 3, 2005 : 21 –
26.www.oseanografi.lipi.go.id/volxxxno33.pdf. (28.03.2012)
            Sumawidjaja, K. 1979. Limnologi. Fakultas Perikanan IPB, Bogor
Tancung, A.B. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya
Perairan. Agromedia Pustaka : Jakarta
Wibisono, W.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. PT Grasindo. Jakarta






LAMPIRAN
Data pengukuran faktor fisik dan kimia terhadap produktivitas ekosistem perairan Danau Situ Gintung.
Kel
Botol Gelap
Botol Terang

pH
DO
Suhu
pH
DO
Suhu

Awal
Akhir
Awal
Akhir
Awal
Akhir
Awal
Akhir
Awal
Akhir
Awal
Akhir
1
6,60
7
21,8
8,4
31,2
28
6,60
7
23,3
6,2
31,2
28
2
6,91
7
21,8
0,3
34,1
27,8
6,91
6
22,2
1,9
33,8
28
3
7,73
7
34,6
4,1
32,7
28
7,73
7
30,8
1,5
32,3
27,9
4
6,63
8
38,7
10,2
32,5
30,5
6,63
6
31,7
1,9
33,5
28
5
6,58
7
46,9
16,2
33,5
28,4
6,58
7
41
8,4
34
35,2

KELOMPOK 1
Ø  Laju Respirasi (R)
   R = (C0 – CD) / Δt
   R =  23,3 – 6,2 / 24 jam
   R = 0,7125 mg O2/L/jam
Ø  Produktivitas Fotosintesis Total (PG)
      PG = (CL – CD) / Δt
      PG = 8,4 – 6,2 / 24 jam
      PG  = 0,0916 mgO2/L/jam
Ø  Produktivitas Primer Bersih (PN)
      PN = PG – R
      PN = 8,4 – 23.3
      PN  = -0,6209 mg O2/L/jam
KELOMPOK  2
Ø  Laju Respirasi (R)
    
 = 0,84 mgO2/L/jam
Ø  Produktivitas Fotosintesis Total (PG)

Ø  Produktivitas primer bersih
PN  = PG – R
PN  = 0,83 – (-0,067)
     = 0,897 mg/L/Jam
KELOMPOK 3
Ø  Laju Respirasi
R = (C0 – CD) / Δt
R = (30,8 -  1,5) / 24
R = 29,3 / 24 = 1,22 mgO2/L/jam
Ø  Produktivitas Fotosintesis Total
PG = (CL – CD) / Δt
PG = (4,1 – 1,5) / 24
PG = 2,6 / 24 = 0,11 mgO2/L/jam
Ø  Produktivitas Primer Bersih
PN = (CL – C0) / Δt     atau       PN = PG - R
PN = 0,11 – 1,22
PN = -1,11 gC/L/jam
KELOMPOK  4
Ø  Laju Respirasi (R)                  
R = (C0 – CD) / Δt
R = (31,7 – 1,9) / 24
R = 0,079 mg/L/jam
Ø  Produktivitas fotosintesis total (PG)
PG = (CL – CD) / Δt
PG = (10,2  – 1,9) / 24
PG = 0,345 mgO2/L/jam                                                              
Ø  Produktivitas primer bersih (PN)
 =  - R
 = 0,345 – 0,079         
  = 0,266 gC/L/jam
KELOMPOK 5
Ø  Laju Respirasi (R)                  
R = (C0 – CD) / Δt
R = (41 – 8,4) / 24
R = 1,358 mgO2/L/jam
Ø  Produktivitas fotosintesis total (PG)
PG = (CL – CD) / Δt
PG = (16,2  – 8,4) / 24
PG = 7,8 / 24 = 0,325 mgO2/L/jam
Ø  Produktivitas primer bersih (PN)
 =  - R
 = 0,325 – 1,358
  = - 1,033 gC/L/jam